Cari Blog Ini

Selasa, 22 Mei 2018

“Mencuri Ilmu” Manajer Club Bola….



Apakah Anda mengenal nama-nama manajer club bola seperti Mourinho, Arsene Wenger, dan Aririgo Sacchi?
Ya… mereka inilah beberapa manajer club bola top yang tidak top ketika menjadi pemain bola. Nama-nama yang tidak diragukan lagi di dunia pelatih bola yang tidak kalah hebat dibandingkan dengan pelatih-pelatih lain yang memiliki nama besar ketika menjadi pemain.
Jose mourinho “the special one” adalah sosok pelatih nyeleneh yang tidak pernah memedulikan apa kata orang. Tehitung tim-tim besar pernah ditanganinya. Inter Milan, Real Madrid, dan Manchester United adalah beberapa club yang pernah ditanganinya. Sebagai pemain, dia hanya pernah bermain untuk beberapa club portugal. Namanya tidak pernah terdengar sebagai pemain. Arsene Wenger “sang legendaris” Arsenal, ketika menjadi pemain hanya memperkuat tim-tim amatir di Perancis. Dan yang lebih mengherankan, Aririgo Sacchi “si penjual sepatu” yang hanya bermain untuk tim Fusignano CF dan Bellaria di Italia, yang nama clubnya saja mungkin Anda baru mendengarnya sekarang. Sacchi yang pada umur 20 memutuskan pensiun dari pemain bola karena merasa tidak berkembang, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menjadi sales sepatu dan menonton pertandingan bola. Namun, yang pertandingan yang paling dia sukai untuk ditonton adalah pertandingan tim-tim yang cenderung berkarakter menyerang. Hal ini lah yang akhirnya mempengaruhi pola pikirnya dalam menerapkan strategi ke tim-tim yang ditanganinya. Berbeda dengan kebanyakan karakter manajer bola asal Italia yang cenderung memiliki filosofi bermain bertahan. Parma dan AC Milan adalah club yang pernah ditanganinya, juga timnas Italia yang menjadi runner up piala dunia 1994. Tercatat juga banyak manajer ternama yang tak lepas dari gaya permainan Sacchi. Sebut saja Fabio Capello, Carlo Ancelotti, dan Frank Rijkaard adalah beberapa pemain yang pernah diasuhnya dan kemudian menjadi manajer club.
Dari mana kemampuan mereka mengelola sebuah tim besar jika pengalaman sebagai pemain, mereka tidak miliki?Tentu saja dari belajar, baik secara otodidak maupun jalur resmi sekolah. Begitu juga manajer sebuah perusahaan. Terlepas dari dia pernah menjadi karyawan atau tidak, selama dia mau belajar dan mengasah skilnya, saya rasa akan bisa menjadi seorang manajer yang hebat.
Menemukan “calon pemain bintang” adalah keahlian paling dasar para manajer sepakbola. Mana pemain yang skil individunya bagus dan yang lebih penting cocok dengan strategi yang akan diterapkan tim harus diketahui. Mereka bahkan bisa melihat fisik dan postur calon pemain yang akan dipilihnya. Mereka juga bisa melihat psikologis pemain melalui rasa kecintaan bermain bola apakah menjadi darah daging ataukah hanya menjadi kulitnya saja. Mengapa menyusun pemain dalam sebuah tim menjadi yang paling dasar? Tentu jawabannya karena para pemain pilihan inilah yang nantinya akan menjadi eksekutor rencana strategi yang akan diterapkan oleh manajer. Sebaik apapun strategi yang dipilih jika tidak ditunjang dengan pemain yang pas, tentu akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya. Sebagai manajer sebuah perusahaan, bisa memilih tim yang tepat, maka sebenarnya kita telah menyelesaikan 50% pekerjaan.
Terlepas dari penyusunan, penerapan, dan pengontrolan strategi yang diterapkan dalam sebuah pertandingan, saat lain yang sangat berperan dari seorang manajer bola adalah saat injury time, masa perpanjangan waktu dan adu pinalti. Kemampuan manajer bola ditentukan dalam melakukan rotasi pemain dan menentukan urutan penendang pinalti. Pada pertandingan 2 x 45 menit, pelatih akan memilih pemain dengan skill terbaik.  Pada saat injury time, perpanjangan waktu, dan pinalti, manajer akan memilih pemain yang punya “mentalitas” paling jago. Ketika hal ini diimplementasikan dalam sebuah perusahaan, saat krisis dan kritis, seorang manager harus bisa memilih pemain yang mentalitasnya matang dan tidak baperan. Mentalitas yang kokoh yang tidak dapat dirusak oleh kondisi lingkungan dan persaingan yang semakin keras. Tidak ada gunanya memilih pemain yang memiliki skill hebat tetapi emosi dan mentalnya loyo.
Bisa jadi, Perancis gagal menjadi juara dunia 2006 karena manajer Raymond Domenech salah memasang David Trezequet sebagai penendang ke-3. Sebagai pemain muda, Trezequet belum siap untuk menanggung beban mental yang begitu berat. Seluruh warga Perancis menaruh harapan di kaki kananya. Dan dia melakukan tendangan ke arah kiri dengan sangat keras sementara sudut elevasi kakinya salah. Akibatnya bola membentur tiang gawang dan dialah penyebab Perancis kalah atas Italia.
Banyak manajer sering mengambil keputusan yang “populis” dan mengikuti pendapat umum agar kalau pun salah reputasi pribadinya tidak “ikut kalah”, namanya tidak jelek dinilai perusahaan.  Dan dia masih dinilai layak menduduki posisinya. Seorang manajer yang hebat seharusnya mengabaikan penilaian orang terhadap reputasinya. Berani mengambil keputusan tanpa mempedulikan penilaian luar dan tetap berpegang teguh pada goal dan tujuan, yakni kemenangan dan sukses perusahaan. Jika sudah sukses, mereka akan berbalik menganggap keputusan “tidak populer Anda” sebagai sebuah INOVASI!
Ketika David Beckam tidak dimasukkan ke Timnas Inggris suara protes muncul dari semua kalangan. Namun, tidak untuk seorang Alex Ferguson. Dia menilai bahwa Beckam bukanlah pemain bola lagi. Hakikat pemain bola adalah bermain tim, dan Beckamp sudah menjadi artis baik di dalam maupun di luar lapangan. Sebagai seorang manajer, kita pun harus berani mengeluarkan anggota yang tidak bisa menjadi ” team player”. Yang tidak mengutamakan pencapaian tujuan bersama melainkan “ambisi pribadinya”, dan yang lebih parah lagi “perasaan pribadinya”.
Yang terpenting, para manajer bola tidak bermain saat eksekusi dan membebaskan kreatifitas para pemainnya, namun tetap menjagakan sesuai pola bermain yg telah ditetapkan. Sebagai manajer perusahaan juga demikian. Janganlah ikut terlalu “bermain” ketika tim kita melakukan eksekusi. Terlalu directing, dan  bahkan semuanya harus sesuai ”gaya” dan ” selera” manajer hanya akan menjadikan pergerakan tim menjadi kaku dan lamban. Para manajer bola yang baik selalu sadar bahwa akhirnya permainan bola adalah “people game” dimana pengelolaan talent menjadi kuncinya.